RSS

Makalah Masa Khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khattab

23 Okt

BAB I

PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang

Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW status sebagai Rasulullah tidak dapat diganti oleh siapapun (khatami al-anbiya’ wa al-mursalin), tetapi kedudukan beliau yang kedua sebagai pimpinan kaum muslimin mesti segera ada gantinya. Orang itulah yang dinamakan “Khalifah” artinya yang menggantikan Nabi menjadi kepala kaum muslimin (pimpinan komunitas Islam) dalam memberikan petunjuk ke jalan yang benar dan melestarikan hukum-hukum Agama Islam. Dialah yang menegakkan keadilan yang selalu berdiri diatas kebenaran, maka pemerintah Islam dipegang secara bergantian oleh Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin affan, dan Ali ibn Abi Thalib.

Khulafaurrasidin adalah para pengganti Nabi. Islam sebagai sebuah ajaran dan Islam sebagai institusi Negara, mulai tumbuh dan berkembang pada masa tersebut. Dalam Islam kedaulatan tertinggi ada pada Allah SWT, sehingga para pengganti Nabi tidak memiliki fasilitas “ekstra” dalam ajaran Islam untuk menentukan sebuah hukum baru, namun mereka termasuk pelaksana hukum.

Pada makalah ini ditekankan pada pembahasan kilafah pada masa Abu Bakar dan Umar bin Khattab yang dimulai sejak pengangkatanya sampai kontribusi-kontribusi yang telah diberikanya untuk islam dan masyarakat.

B.                 Rumusan Masalah

Secara garis besar pembuatan makalah kami ini akan membahas tentang:

  1. Mengurai/menguak kembali tentang sejarah peradaban pada masa Abu Bakar dan masa Umar Bin Khattab.
  2. Proses-proses kebijakan pada kepemimpinan Abu Bakar dan Umar bin Khattab.
  3. Kontribusi-kontribusi Abu Bakar dan Umar bin Khattab yang disumbangkan pada islam dan masyarakat


BAB II

PEMBAHASAN

 A.                Masa Khalifah Abu Bakar (11 – 13 H = 632 – 634 M)

1.        Awal Pemerintahan Abu Bakar

Selama masa sakit Rasulullah SAW saat menjelang ajalnya, dikatakan bahwa Abu Bakar ditunjuk untuk menjadi imam shalat menggantikannya, banyak yang menganggap ini sebagai indikasi bahwa Abu Bakar akan menggantikan posisinya. Segera setelah kematiannya (632 M), dilakukan musyawarah dikalangan para pemuka kaum Anshar dan Muhajirin di Madinah, yang akhirnya menghasilkan penunjukan Abu Bakar sebagai pemimpin baru umat islam atau khalifah islam.

Apa yang terjadi saat musyawarah tersebut menjadi sumber perdebatan. Penunjukan Abu Bakar sebagai Khalifah adalah subyek yang sangat kontroversial dan menjadi sumber perpecahan pertama dalam islam dimana umat islam terpecah menjadi kaum sunni dan syi’ah. Disatu sisi kaum syi’ah percaya bahwa seharusnya Ali bin Abi Thalib yang menjadi pemimpin dan dipercayai ini adalah keputusan Rasulullah sendiri, sementara kaum sunni berpendapat bahwa Rasulullah menolak untuk menunjuk penggantinya. Kaum sunni berargumen bahwa Rasulullah mengedepankan musyawarah untuk penunjukan pemimpin, sementara muslim syi’ah berpendapat berpendapat kalau Rasulullah dalam hal-hal terkecil seperti sebelum dan sesudah makan, minum, tidur, dll, tidak pernah meninggalkan umatnya tanpa hidayah dan bimbingan apalagi masalah kepemimpinan umat terakhir, dan juga banyak hadits di Sunni maupun Syi’ah tentang siapa khalifah sepeninggal Rasulullah saw, serta jumlah pemimpin islam yang dua belas.

Terlepas dari kontroversi dan kebenaran pendapat masing-masing kaum tersebut, Ali sendiri secara formal menyatakan kesetiaannya (berbai’at) kepada Abu Bakar dan dua Khalifah setelahnya (Umar dan Utsman). Kaum sunni menggambarkan pernyataan ini sebagai pernyataan yang antusias dan Ali menjadi pendukung setia Abu Bakar dan Umar. Dan Sementara kaum syi’ah menggambarkan bahwa Ali melakukan bai’at tersebut secara pro forma, mengingat beliau berbaiat setelah sepeninggal Fatimah istri beliau yang berbulan-bulan lamanya dan setelah itu ia menunjukkan protes dengan menutup diri dari kehidupan publik.

Abu Bakar menerima jabatan Khalifah pada saat sejarah Islam dalam keadaan krisis dan gawat. Yaitu timbulnya perpecahan, munculnya para nabi palsu dan terjadinya berbagai pemberontakan yang mengancam eksistensi negeri Islam yang masih baru. Memang pengangkatan Abu Bakar berdasarkan keputusan bersama (musyawarah di balai Tsaqifah Bani Sa’idah) akan tetapi yang menjadi sumber utama kekacauan ialah wafatnya nabi dianggap sebagai terputusnya ikatan dengan Islam, bahkan dijadikan persepsi bahwa Islam telah berakhir.

2.        Perang Riddah

Segera setelah suksesi Abu Bakar, beberapa masalah yang mengancam persatuan dab stabilitas komunitas dan negara islam saat itu muncul. Beberapa suku arab yang berasal dari Hijaz dan Nejed membangkang kepada Khalifah baru dan sistem yang ada. Beberapa diantaranya menolak membayar zakat walaupun tidak menolak agama islam secara utuh. Beberapa yang lain kembali memeluk berhala. Suku-suku tersebut mengklaim bahwa hanya memiliki komitmen denan Nabi Muhammad dan dengan kematiannya komitmennya tidak berlaku lagi.

Gerakan riddat (gerakan belot agama), bermula menjelang Nabi Muhammad jatuh sakit. Ketika tersiar berita kemangkatan Nabi Muhammad, maka gerakan belot agama itu meluas di wilayah bagian tengah, wilayah bagian timur, wilayah bagian selatan sampai ke Madinah Al-Munawarah serta Makkah Al-Mukaramah itu sudah berada dalam keadaan terkepung. Gerakan riddat itu bermula dengan kemunculan tiga tokoh yang mengaku dirinya Nabi, guna menyaingi Nabi Muhammad SAW, yaitu: Musailamah, Thulhah, Aswad Al-Insa. Musailamah berasal dari suku bangsa Bani Hanifah di Arabia Tengah, Tulaiha seorang kepala suku Bani Asad, Sajah seorang wanita Kristen dari Bani Yarbu yang menikah dengan Musailamah. Masing-masing orang tersebut berupaya meluaskan pengikutnya dan membelakangi agama Islam.

Abu Bakar sebagai seorang Khalifah, tidak mendiamkan kejadian itu terus berlanjut. Beliau memandang gerakan murtad itu sebagai bahaya besar, kemudian beliau menghimpun para prajurit Madinah dan membagi mereka atas sebelas batalion dengan komando masing-masing panglima dan ditugaskan keberbagai tempat di Arabia. Abu Bakar menginstruksikan agar mengajak mereka kembali pada Islam, jika menolak maka harus perangi.

Beberapa dari suku itu tunduk tanpa peperangan, sementara yang lainnya tidak mau menyerah, bahkan mengobarkan api peperangan. Oleh karena itu pecahlah peperangan melawan mereka, dalam hal ini Kholid bin Walid yang diberi tugas untuk menundukan Tulaiha, dalam perang Buzaka berhasil dengan cemerlang. Sedangkan Musailamah seorang penuntut kenabian yang paling kuat, Abu Bakar mengirim Ikrimah dan Surabil. Akan tetapi mereka gagal menundukan Musailamah, kemudia Abu Bakar mengutus Kholid untuk melawan nabi palsu dari Yaman itu. Dalam pertempuran itu Kholid dapat mengahacurkan pasukan Musailamah dan membunuhnya dalam taman yang berdinding tinggi, sehingga taman disebut “Taman Maut

3.        Pengumpulan Ayat-Ayat Al-Qur’an.

Abu Bakar As Siddiq juga berperan dalam pelestarian teks-teks tertulis Al-Qur’an. Atas saran dan usul dari Umar bin Khattab yang didukung oleh sahabat-sahabat lain, Abu Bakar mengumpulkan ayat suci Al-Qur’an menjadi satu naskah (30 juz) dan dikerjakan oleh Zaid bin Tsabit. Usul Umar itu atas dasar pertimbangan para penghafal wahyu banyak yang gugur syahid di medan pertempuran dalam memerangi kaum penyeleweng, tidak kurang dari tujuh ratus orang penghafal Al-Qur’an gugur, wahyu yang ditulis pada daun-daun, kayu-kayu, tulang,tulang mudah rusak. Apabila penghafal wahyu dan tulisan itu rusak, dikhawatirkan kemurnian Al-Qur’an akan hilang.

Abu Bakar As Siddiq lantas meminta Umar bin Khattab untuk mengumpulkan koleksi dari Al Qur’an. Setelah lengkap koleksi ini, yang dikumpulkan dari para penghafal Al-Quran dan tulisan-tulisan yang terdapat pada media tulis seperti tulang, kulit dan lain sebagainya, oleh sebuah tim yang diketuai oleh sahabat Zaid bin Tsabit, kemudian disimpan oleh Hafsah, anak dari Umar bin Khattab dan juga istri dari Nabi Muhammad SAW. Kemudian pada masa pemerintahan Ustman bin Affan koleksi ini menjadi dasar penulisan teks al Qur’an hingga yang dikenal hingga saat ini.

4.             Sistem Politik Islam Masa Khalifah Abu Bakar

Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah (pengganti Nabi) sebagaimana dijelaskan pada peristiwa Tsaqifah Bani Sa’idah, merupakan bukti bahwa Abu Bakar menjadi Khalifah bukan atas kehendaknya sendiri, tetapi hasil dari musyawarah mufakat umat Islam. Denga terpilihnya Abu Bakar menjadi Khalifah, maka mulailah beliau menjalankan kekhalifahannya, baik sebagai pemimpin umat maupun sebagai pemimpin pemerintahan. Adapun sistem politik Islam pada masa Abu Bakar bersifat “sentral”, jadi kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat ditangan Khalifah, meskipun demikian dalam memutuskan suatu masalah, Abu Bakar selalu mengajak para sahabat untuk bermusyawarah.

Sedang kebijaksanaan politik yang dilakukan Abu Bakar dalam mengemban kekhalifahannya yaitu:

  1. Mengirim pasukan dibawah pimpinan Usamah bin Zaid, untuk memerangi kaum Romawi sebagai realisasi dari rencana Rasulullah, ketika beliau masih hidup. Sebenarnya dikalangan sahabat termasuk Umar bin Khatab banyak yang tidak setuju dengan kebijaksanaan Khalifah ini. Alasan mereka, karena dalam negeri sendiri pada saat itu timbul gejala kemunafikan dan kemurtadan yang merambah untuk menghancurkan Islam dari dalam. Tetapi Abu Bakar tetap mengirim pasukan Usamah untuk menyerbu Romawi, sebab menurutnya hal itu merupakan perintah Nabi SAW. Pengiriman pasukan Usamah ke Romawi di bumi Syam pada saat itu merupakan langkah politik yang sangat strategis dan membawa dampak positif bagi pemerintahan Islam, yaitu meskipun negara Islam dalam keadaan tegang akan tetapi muncul interprestasi dipihak lawan, bahwa kekuatan Islam cukup tangguh. Sehingga para pemberontak menjadi gentar, disamping itu juga dapat mengalihkan perhatian umat Islam dari perselisihan yang bersifat intern (Said bin al Qathani, 1994:166-167).
  2. Timbulnya kemunafikan dan kemurtadan. Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa setelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka segala perjanjian dengan Nabi menjadi terputus. Adapun orang murtad pada waktu itu ada dua yaitu :
    1. Mereka yang mengaku nabi dan pengikutnya, termasuk di dalamnya orang yang meninggalkan sholat, zakat dan kembali melakukan kebiasaan jahiliyah.
    2. Mereka membedakan antara sholat dan zakat, tidak mau mengakui kewajiban zakat dan mengeluarkannya.

Dalam menghadapi kemunafikan dan kemurtadan ini, Abu Bakar tetap pada prinsipnya yaitu memerangi mereka sampai tuntas.

  1. Mengembangkan wilayah Islam keluar Arab. Ini ditujukan ke Syiria dan Persia. Untuk perluasan Islam ke Syiria yang dikuasai Romawi (Kaisar Heraklius), Abu akar menugaskan 4 panglima perang yaitu Yazid bin Abu Sufyan ditempatkan di Damaskus, Abu Ubaidah di Homs, Amir bin Ash di Palestina dan Surahbil bin Hasanah di Yordan. Usaha tersebut diperkuat oleh kedatangan Khalid bin Walid dan pasukannya serta Mutsannah bin Haritsah, yang sebelumnya Khalid telah berhasil mengadakan perluasan ke beberapa daerah di Irak dan Persia (Misbach dkk., 1994:9). Dalam peperangan melawan Persia disebut sebagai “pertempuran berantai”. Hal ini karena perlawanan dari Persia yang beruntun dan membawa banyak korban.

Adapun kebijakan di bidang pemerintahan yang dilakukan oleh Abu Bakar adalah:

1.              Pemerintahan Berdasarkan Musyawarah

Apabila terjadi suatu perkara, Abu Bakar selalu mencari hukumnya dalam kitab Allah. Jika beliau tidak memperolehnya maka beliau mempelajari bagaimana Rasul bertindak dalam suatu perkara. Dan jika tidak ditemukannya apa yang dicari, beliaupun mengumpulkan tokoh-tokoh yang terbaik dan mengajak mereka bermusyawarah. Apapun yang diputuskan mereka setelah pembahasan, diskusi, dan penelitian, beliaupun menjadikannya sebagai suatu keputusan dan suatu peraturan.

2.                  Amanat Baitul Mal

Para sahabat Nabi beranggapan bahwa Baitul Mal adalah amanat Allah dan masyarakat kaum muslimin. Karena itu mereka tidak mengizinkan pemasukan sesuatu kedalamnya dan pengeluaran sesuatu darinya yang berlawanan dengan apa yang telah ditetapkan oleh syari’at. Mereka mengharamkan tindakan penguasa yang menggunakan Baitul Mal untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi.

3.                  Konsep Pemerintahan

Politik dalam pemerintahan Abu Bakar telah beliau jelaskan sendiri kepada rakyat banyak dalam sebuah pidatonya : “Wahai manusia ! Aku telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik diantara kamu. Maka jikalau aku dapat menunaikan tugasku dengan baik, maka bantulah (ikutilah) aku, tetapi jika aku berlaku salah, maka luruskanlah ! orang yang kamu anggap kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat mengambil hak daripadanya. Sedangkan orang yang kamu lihat lemah, aku pandang kuat sampai aku dapat mengembalikan hak kepadanya. Maka hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, namun bilamana aku tiada mematuhi Allah dan Rasul-Nya, kamu tidaklah perlu mentaatiku.

4.                   Kekuasaan Undang-undang

Abu Bakar tidak pernah menempatkan diri beliau diatas undang-undang. Beliau juga tidak pernah memberi sanak kerabatnya suatu kekuasaan yang lebih tinggi dari undangundang. Dan mereka itu dihadapan undang-undang adalah sama seperti rakyat yang lain, baik kaum Muslim maupun non Muslim.

5.      Wasiat Abu Bakar Terhadap Khalifah Umar

Ath-Thabari, Ibnu Jauzi, dan Ibnu Katsir menyebutkan bahwa Abu Bakar ra khawatir kaum muslimin berselisih pendapat sepeninggal beliau dan tidak memperoleh kata sepakat. Maka Abu Bakar meminta pendapat para tokoh sahabat mengenai penggantinya kelak. Setelah mengetahui kesepakatan mereka tentang keutamaan dan kelayakan Umar R.a, beliau pun keluar menemui orang banyak seraya memberitahukan bahwa ia telah mengerahkan segenap usaha untuk memilih penggantinya kelak. Kepada khalayak, Abu Bakar meminta agar mereka menunjuk Umar Ra. sebagai Khalifah sepeninggalnya kelak. Mereka semua menjawab, “Kami dengar dan kami taat.” Jadi penunjukan Umar ra sebagai khalifah bukanlah berdasarkan keinginan Abu Bakar semata, akan tetapi merupakan hasil dengar pendapat dan rekomendasi dari para tokoh sahabat. Jadi sekali lagi, ini merupakan hasil syura dari Ahlul Halil wal ‘Aqdi. Adapun perkataan Abu Bakar dihadapan khlayak adalah sebagai pengumuman hasil keputusan yang sah dan harus dipatuhi oleh kaum muslimin.

B.              Masa Khalifah Umar bin Khattab (13 – 23 H = 634 – 644 M)

1.        Masa Awal Pemerintahan Umar bin Khattab

Sebelum Khalifah Abu Bakar wafat, beliau telah menunjuk Umar sebagai pengganti posisinya dengan meminta pendapat dari tokoh-tokoh terkemuka dari kalangan sahabat seperti Abdurrahman bin Auf, Utsman, dan Tolhah bin Ubaidillah. Masa pemerintahan Umar bin Khatab berlangsung selama 10 tahun 6 bulan, yaitu dari tahun 13 H/634M sampai tahun 23H/644M. Beliau wafat pada usia 64 tahun. Selama masa pemerintahannya oleh Khalifah Umar dimanfaatkan untuk menyebarkan ajaran Islam dan memperluas kekuasaan ke seluruh semenanjung Arab.

2.         Ahlu Al Halli Wal ‘Aqdi

Secara etimologi, ahlul hall wal aqdi adalah lembaga penengah dan pemberi fatwa. Sedangkan menurut terminologi, adalah wakil-wakil rakyat yang duduk sebagai anggota majelis syura, yang terdiri dari alim ulama dan kaum cerdik pandai (cendekiawan) yang menjadi pemimpin-pemimpin rakyat dan dipilih atas mereka. Dinamakan ahlul hall wal aqdi untuk menekankan wewenang mereka guna menghapuskan dan membatalkan. Penjelasan tentangnya merupakan deskripsi umum saja, karena dalam pemerintahan Islam, badan ini belum dapat dilaksanakan (Rahman, 1994 :194).

Anggota dewan ini terpilih karena dua hal yaitu: pertama, mereka yang telah mengabdi dalam Dunia politik, militer, dan misi Islam, selama 8 sampai dengan 10 tahun. kedua, orang-orang yang terkemuka dalam hal keluasan wawasan dan dalamnya pengetahuan tentang yurisprudensi dan Quran (Al Maududi, 1995:261).

Dalam masa pemerintahannya, Umar telah membentuk lembaga-lembaga yang disebut juga dengan ahlul hall wal aqdi, di antaranya adalah:

  1. Majelis Syura (Diwan Penasihat), ada tiga bentuk :

¶Dewan Penasihat Tinggi, yang terdiri dari para pemuka sahabat yang terkenal, antara lain Ali, Utsman, Abdurrahman bin Auf, Muadz bin Jabbal, Ubay bin Kaab, Zaid bin Tsabit, Tolhah dan Zubair.

¶  Dewan Penasihat Umum, terdiri dari banyak sahabat (Anshar dan Muhajirin) dan pemuka berbagai suku, bertugas membahas masalah-masalah yang menyangkut kepentingan umum.

¶  Dewan antara Penasihat Tinggi dan Umum. Beranggotakan para sahabat (Anshar dan Muhajirin) yang dipilih, hanya membahas masalah-masalah khusus.

  1.  Al-Katib (Sekretaris Negara), di antaranya adalah Abdullah bin Arqam.
  2. Nidzamul Maly (Departemen Keuangan) mengatur masalah keuangan dengan pemasukan dari pajak bumi, ghanimah, jizyah, fai’ dan lain-lain.
  3. Nidzamul Idary (Departemen Administrasi), bertujuan untuk memudahkan pelayanan kepada masyarakat, di antaranya adalah diwanul jund yang bertugas menggaji pasukan perang dan pegawai pemerintahan.
  4. Departemen Kepolisian dan Penjaga yang bertugas memelihara keamanan dalam negara.
  5. Departemen Pendidikan dan lain-lain (Ali Khan, 1978:122-123). Pada masa Umar, badan-badan tersebut belumlah terbentuk secara resmi, dalam arti secara de jure belum terbentuk, tapi secara de facto telah dijalankan tugas-tugas badan tersebut. Meskipun demikian, dalam menjalankan roda pemerintahannya, Umar senantiasa mengajak musyawarah para sahabatnya (Hasjmy , 1995:61-69).

3.        Pengembangan Islam Sebagai Kekuatan Politik

Periode kekhalifahan Umar tidak diragukan lagi merupakan “abad emas” Islam dalam segala zaman. Khalifah Umar bin Khattab mengikuti langkah-langkah Rasulullah dengan segenap kemampuannya, terutama pengembangan Islam. Ia bukan sekedar seorang pemimpin biasa, tetapi seorang pemimpin pemerintahan yang professional. Ia adalah pendiri sesungguhnya dari sistem politik Islam. Ia melaksanakan hukum-hukum Ilahiyah (syariat) sebagai code (kitab undang-undang) suatu masyarakat Islam yang baru dibentuk. Maka tidak heran jika ada yang mengatakan bahwa beliaulah pendiri daulah islamiyah (tanpa mengabaikan jasa-jasa Khalifah sebelumnya).

Banyak metode yang digunakan Umar dalam melakukan perluasan wilayah, sehingga musuh mau menerima Islam karena perlakuan adil kaum Muslim. Di situlah letak kekuatan politik terjadi. Dari usahanya, pasukan kaum Muslim mendapatkan gaji dari hasil rampasan sesuai dengan hukum Islam. Untuk mengurusi masalah ini, telah dibentuk Diwanul Jund (Majid, 1978:86). Sedangkan untuk pegawai biasa, di samping menerima gaji tetap (rawatib), juga menerima tunjangan (al-itha’). Khusus untuk Amr bin Ash, Umar menggajinya sebesar 200 dinar mengingat jasanya yang besar dalam ekspansi. Dan untuk Imar bin Yasar, diberi 60 dinar disamping tunjangan (al-jizyaat) karena hanya sebagai kepala daerah (al-amil).

Dalam rangka desentralisasi kekuasaan, pemimpin pemerintahan pusat tetap dipegang oleh Khalifah Umar bin Khattab. Sedangkan di propinsi, ditunjuk Gubernur (oramg Islam) sebagai pembantu Khalifah untuk menjalankan roda pemerintahan. Di antaranya adalah :

  1. Muawiyah bin Abu Sufyan, Gubernur Syiria, dengan ibukota Damaskus.
  2. Nafi’ bin Abu Harits, Gubernur Hijaz, dengan ibu kota Mekkah.
  3. Abu Musa Al Asy’ary, Gubernur Iran, dengan ibu kota Basrah.
  4. Mughirah bin Su’bah, Gubernur Irak, dengan ibu kota Kufah.
  5. Amr bin Ash, Gubernur Mesir, dengan ibu kota Fustat.
  6. Alqamah bin Majaz, Gubernur Palestina, dengan ibu kotai Jerussalem.
  7. Umair bin Said, Gubernur jazirah Mesopotamia, dengan ibu kota Hims.
  8. Khalid bin Walid, Gubernur di Syiria Utara dan Asia Kecil.
  9. Khalifah sebagai penguasa pusat di Madinah (Suaib, 1979:185)..

Tentang ghanimah, harta yang didapat dari hasil perang Islam setelah mendapat keme-nangan, dibagi sesuai dengan syariat Islam yang berlaku. Setelah dipisahkan dari assalb, ghanimah dimasukkan ke baitul maal. Bahkan ketika itu, peran diwanul jund, sangat berarti dalam mengelola harta tersebut, tidak seperti zaman Nabi yang membagi menurut ijtihad beliau.

Khalifah Umar bukan saja menciptakan peraturan-peraturan baru, beliau juga memperbaiki dan mengadakan perbaikan terhadap peraturan-peraturan yang perlu direvisi dan dirubah. Umpamanya aturan yang telah berjalan tentang sistem pertanahan, bahwa kaum muslimin diberi hak menguasai tanah dan segala sesuatu yang didapat dengan berperang. Umar mengubah peraturan ini, tanah-tanah itu harus tetap dalam tangan pemiliknya semula, tetapi bertalian dengan ini diadakan pajak tanah (al-kharaj). Umar juga meninjau kembali bagian-bagian zakat yang diperuntukkan kepada orang-orang yang dijinaki hatinya (al-muallafatu qulubuhum).

Di samping itu, Umar juga mengadakan “Dinas Malam” yang nantinya mengilhami dibentuknya as-syurthah pada masa kekhalifahan Ali. Disamping itu Nidzamul Qadhi (departemen kehakiman) telah dibentuk, dengan hakim yang sangat terkenal yaitu Ali bin Abu Thalib. Dalam masyarakat, yang sebelumnya terdapat penggolongan masyarakat berdasarkan kasta, setelah Islam datang, tidak ada lagi istilah kasta tersebut (thabaqatus sya’by). Kedudukan wanita sangat diperhatikan dalam semua aspek kehidupan. Istana dan makanan Khalifah dikelola sesederhana mungkin. Terhadap golongan minoritas (Yahudi- Nasrani), diberikan kebebasan menjalankan perintah agamanya. Tidak ada perbedaan kaya-miskin. Hal ini menunjukkan realisasi ajaran Islam telah nampak pada masa Umar.

Mengenai ilmu keislaman pada saat itu berkembang dengan pesat. Para ulama menyebarkan ke kota-kota yang berbeda, baik untuk mencari ilmu maupun mengajarkannya kepada muslimin yang lainnya. Hal ini sangat berbeda dengan sebelum Islam datang, dimana penduduk Arab, terutama Badui, merupakan masyarakat yang terbelakang dalam masalah ilmu pengetahuan. Buta huruf dan buta ilmu adalah sebuah fenomena yang biasa.

Di samping ilmu pengetahuan, seni bangunan, baik itu bangunan sipil (imarah madaniyah), bangunan agama (imarah diniyah), ataupun bangunan militer (imarah harbiyah), mengalami kemajuan yang cukup pesat pula.

Kota-kota gudang ilmu, di antaranya adalah Basrah, Hijaz, Syam, dan Kuffah seakan menjadi idola ulama dalam menggali keberagaman dan kedalaman ilmu pengetahuan.

Ahli-ahli kebudayaan membagi ilmu Islam menjadi 3 kelompok, yaitu :

  1. 1.        Al ulumul islamiyah atau al adabul islamiyah atau al ulumun naqliyah atau al ulumus syariat yang meliputi ilmu-ilmu Quran, hadis, kebahasaan (lughat), fikih, dan sejarah (tarikh).
  2. 2.        Al adabul arabiyah atau al adabul jahiliyah yang meliputi syair dan khitabah (retorika) yang sebelumnya memang telah ada, tapi mengalami kemajuan pesat pada masa permulaan Islam.
  3. 3.        Al ulumul aqliyah yang meliputi psikologi, kedokteran, tehnik, falak, dan filsafat.

Pada saat itu, para ulama berlomba-lomba menyusun berbagai ilmu pengetahuan karena:

¶   Mereka mengalami kesulitan memahami Al Qur’an

¶   Sering terjadi perkosaan terhadap hukum.

¶   Dibutuhkan dalam istimbath (pengambilan) hukum.

¶   Kesukaran dalam membaca Al Qur’an.

Oleh karena itulah, banyak orang yang berasumsi bahwa kebangkitan Arab masa itu didorong oleh kebangkitan Islam dalam menyadari pentingnya ilmu pengetahuan. Apabila ada orang menyebut, “ilmu pengetahuan Arab”, pada masa permulaan Islam, berarti itu adalah “ilmu pengetahuan Islam”.

Dalam masaklah peradilan Umar bin Khattamb melimpahkan wewenang kepada haikm daerah yang ditunjukan melalui, surat yang Beliau kirim kepada Abu Musa Al-Asy’ari (hakim Kufah) yang isinya mengandung pokok-pokok atau prinsip-prinsip berperkara di persidangan dalam lingkungan peradilan. Isi surat tersebut adalah:

¶   Memutuskan perkara di pengadilan adalah kewajiban yang harus dikokohkan dan sunah yang harus diikuti.

¶   Sebelum sebuah perkara diputuskan, ia harus dipahami terlebih dahulu agar (hakim) dapat bertindak adil. Sesungguhnya berbicara keadilan tanpa ditegakkan, tidaklah bermanfaat.

¶   Pihak-pihak yang berperkara harus diperlakukan sama, baik dalam persidangan maupun dalam menetapkan keputusan, sehingga pejabat tidak mengharap menang (karena ketidak adilan peradilan) dan orang-orang lemah tidak putus asa dalam memperjuangkan keadilan.

¶   Alat bukti dibebankan kepada penggugat, sedangkan sumpah dibebankan kepada pihak tergugat. Kelima, damai –sebagai jalan keluar dari persengketaan- dibolehkan selama tidak menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal.

¶   Berilah waktu kepada penggugat untuk mengumpulkan alat-alat bukti; dan persengketaan diputuskan harus berdasarkan alat-alat bukti.

¶   Hakim harus berani mengakui kesalahan apabila ternyata dalam keputusannya terdapat kekeliruan (prinsip peninjauan kembali).

¶   Kesaksian seorang muslim dapat diterima kecuali muslim yang pernah memberikan kesaksian palsu, pernah dijatuhi hukuman had, atau yang asal-usulnya diragukan. Kedelapan, seorang hakim dibenarkan melakukan analogi (qiyas) dalam memutuskan perkara apabila perkara yang hendak diselesaikan tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan Al-Sunnah.

¶   Dalam proses menyelesaikan dan memutuskan perkara, hakim tidak boleh dalam keadaan marah, berpikiran kacau (goyah), jemu, bersikap keras, dan hendaklah memutuskan perkara dilakukan dengan ikhlas hati dan berharap pahala dari Allah SWT

Dalam masa kekhalifahannya pula, Umar bin Khatab telah membuat masyarakat semakin makmur. Umar memperlihatkan kegeniusan dalam mengatur administrasi sipil. Setiap negeri dibagi menjadi propinsi-propinsi, pendataan tanah dan sensus diadakan, kantor-kantor didirikan,angkatan kepolisian disusun, saluran-saluran digali, kas negara dimulai. Kalender Hijriyah yang sangat membantu pencatatan sejarah juga mulai dikenalkan.

BAB III

PENUTUP

A.                Kesimpulan

Khalifah Abu Bakar dalam masa yang singkat telah berhasil memadamkan kerusuhan oleh kaum ri
ddat yang demikian luasnya dan memulihkan kembali ketertiban dan keamanan diseluruh semenanjung Arabia. Selanjutkan membebaskan lembah Mesopotamia yang didiami suku-suku Arab. Disamping itu, Jasa beliau yang amat besar bagi kepentingan agama Islam adalah beliau memerintahkan mengumpulkan naskah-naskah setiap ayat-ayat Al-Qur’an dari simpanan Al-Kuttab, yakni para penulis (sekretaris) yang pernah ditunjuk oleh Nabi Muhammad SAW pada masa hidupnya, dan menyimpan keseluruhan naskah di rumah janda Nabi SAW, yakni Siti Hafshah.

Tidak lebih dari dua tahun, Khalifah Abu Bakar mampu menegakkan tiang-tiang agama Islam, termasuk diluar jazirah Arab yang begitu luas. Kepemimpinan Khalifah Abu Bakar berlangsung hanya 2 tahun 3 bulan 11 hari. Masa tersebut merupakan waktu yang paling singkat bila dibandingkan dengan kepemimpinan Khalifah-Khalifah penerusnya.

Umar bin Khattab merupakan khalifah kedua setelah Abu bakar, Umar menjadi khalifah yang ditunjuk langsung oleh Abu Bakar. Periode kekhalifahan Umar tidak diragukan lagi merupakan “Abad Emas” Islam dalam segala zaman. Khalifah Umar bin Khattab mengikuti langkah-langkah Rasulullah dengan segenap kemampuannya, terutama pengembangan Islam. Ia bukan sekedar seorang pemimpin biasa, tetapi seorang pemimpin pemerintahan yang professional.

Pada masa pemerintahan beliau, banyak wilayah-wilayah yang telah ditaklukan Islam, misalnya dikawasan barat, Islam berhasil menaklukan Damaskus, wilayah pantai Syam, Mesir, Libya. Sedangkan dikawasan sebelah timur, Islam telah menaklukan Madain, Jalawla’, Nahawand dan ke berbagai wilayah Persia. Selain itu juga beliau berhasil dalam hal pemerintahan negara, ilmu keislaman, system pertahanan dan lain sebagainya.

Gagasan Umar mengenai prinsip peradilan dapat dijadikan dasar untuk menjadikan Umar sebagai “Bapak Peradilan”. Khalifah Umar telah memerintah selama 10 tahun lebih 6 bulan, dan hari kematiannya sangat tragis, Abu Lu’luah secara tiba-tiba menyerangnya dengan tikaman pisau tajam ke arah Umar yang sedang melaksanakan shalat subuh.

B.                Saran

Perlu dipahami bahwa suatu kehidupan dakwah senantiasa penuh dengan tantangan. Sebagai seorang Muslim hendaklah menghadapinya dengan tanpa putus asa, penuh kesabaran, kebijakan dan ketentraman hati, juga memohon kepada-Nya serta lebih mempererat ukhuwah Islamiyyah, agar tercipta suatu tatanan masyarakat yang aman, damai, sentosa dan sejahtera dengan persatuan dan kesatuan yang kokoh.

Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan, kami menyadari bahwa makalah kami masih banyak kekeliruan, untuk itu kami membutuhkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, aamiin,,,

DAFTAR PUSTAKA

 

–            http://dedhymaesycoery.blogspot.com/2011/03/islam-pada-masa-abu-bakar-  ash-siddiq.html?zx=823f0bc892f5ba9d

–            http://gemene2010.wordpress.com/2011/06/07/propil-sdn-016-tampan/

–            http://www.masbied.com/2011/02/12/sejarah-khulafaur-rasyidin/#more-7625

–            http://www.dadangsadkar.com/agama/65-khalifah-umar-bin-khatab.html

–            http://majlisdzikrullahpekojan.org/kisah-sahabat-nabi/umar-bin-khattab.html

–            http://istanailmu.com/2011/03/26/kepemimpinan-khulafaurrasyidin-umar-ibn-khattab/html

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 23 Oktober 2011 inci Sejarah Peradaban Islam

 

Tinggalkan komentar